Lamaran itu Datang juga
“Jangan, nanti saja.” Kataku, dengan nada manja. “Ya udah.” Katanya sambil lalu. Dan aku tetap mengharap dia akan kembali dan mengajakku. Tapi, kulihat dia tak menengokkan lagi kepalanya. Aku sadar sepenuhnya bahwa ini adalah kesalahanku. Ibarat istilah, tak ada kesempatan yang kedua kalinya. Sore ini, aku sendiri lagi. Tak seperti biasanya, dia selalu datang dan mengajakku jalan-jalan. Sepenuhnya kuingat peristiwa kemarin. Dia menatapku manja, saat itu, benar-benar dia sangat romantis. Dia mengajakku jalan, tapi aku tampik. Hatiku sebenarnya tak seirama dengan mulutku. Aku hanya bosan mendengar bisikan tetanggaku yang selalu dengan penuh curiga memandangku. Mereka, di belakangku, membicarakan dia dan aku yang suka jalan sore. Padahal kami tak berbuat lebih, atau setidaknya tak berbuat apa yang sangkakan. “Ngelamun saja?” Tiba-tiba, ibuku datang dan membelaiku. Aku mengangguk saat itu, dan kukatakan, “Nggak, Bu. Hanya saja, kusendiri, tak ada teman yang datang.” Ibuku mengerlik