Hikmah di Balik Obrolan Pinggir Jalan
Berbincang dengan sahabat baru memang berbeda, asyik, dan menyegarkan. Terlebih sahabat baru itu adalah dia yang bukan satu asal dengan kita. Maksud hati ingin menjelaskan bahwa, teman baru itu adalah Ilham, sebut saja demikian, berasal dari Bugis Sulawesi dan mas Ruly dari, sudah dapat ditebak, Jawa Solo. Saya, dari nama saja sudah dapat diterka, Sunda Sukabumi. Begitulah, tiga kawan tiga asal.
Perbincangan yang mengalir membuat kami berbicara tentang apa saja yang beribrah. Hal motivasi, perantauan, kebijaksanaan hidup, mimpi, dan masa depan. Semua menjadi topik menarik. Satu hal yang paling berkesan, dan juga membawa hikmah terbesar, adalah tentang belajar memahami diri melalui kritik diri.
Jujur, banyak saya temukan pelajaran ketika saya berdiskusi dengan mereka yang justru saya anggap awalnya sebagai “penghuni jalanan”. Kami bergembira setelah berdiskusi lama. Ternyata mereka adalah sosok-sosok yang luar biasa. Pengalaman menempa mereka menjadi pribadi tangguh, tahan banting. Satu hal yang saya salut, walau mereka secara pendidikan lulusan SMA dan MTs, tapi pemikiran mereka mengenai hidup sungguh di luar dugaan. Optimisme mereka patut diacungi jempol. Dan mereka berhasil belajar memahami diri lewat kritik diri sendiri. Inilah yang tak diduga-duga. Dibanding sekawan di kampus, saya melihat mereka berdua lebih berdedikasi.
Dari dua kawan itulah, kemudian saya belajar bagaimana memahami diri sendiri dengan melihat pelbagai kekurangan untuk dibenahi dan diisi dengan hal baik lagi membaikkan. Terima kasih kawan, persahabatan di antara kita, saya yakin akan berlanjut. Diskusi kita di pinggir jalan sambil ditemani minuman ringan, akan berubah pada beberapa tahun kemudian di suatu tempat yang sudah kita bayangkan hari ini. Tadi. Banyak hikmah yang saya dapat ambil dari diskusi kita di pinggir jalan. Sungguh, saya merindukan kawan seperti kalian, yang melihat dunia, dari perspektif lain yang lebih personal dan penuh semangat, optimis. Saya yakin, mimpi-mimpi kita akan mewujud, dan teman terbaik adalah dia yang saling memotivasi dan mencerahkan.
Perbincangan yang mengalir membuat kami berbicara tentang apa saja yang beribrah. Hal motivasi, perantauan, kebijaksanaan hidup, mimpi, dan masa depan. Semua menjadi topik menarik. Satu hal yang paling berkesan, dan juga membawa hikmah terbesar, adalah tentang belajar memahami diri melalui kritik diri.
Jujur, banyak saya temukan pelajaran ketika saya berdiskusi dengan mereka yang justru saya anggap awalnya sebagai “penghuni jalanan”. Kami bergembira setelah berdiskusi lama. Ternyata mereka adalah sosok-sosok yang luar biasa. Pengalaman menempa mereka menjadi pribadi tangguh, tahan banting. Satu hal yang saya salut, walau mereka secara pendidikan lulusan SMA dan MTs, tapi pemikiran mereka mengenai hidup sungguh di luar dugaan. Optimisme mereka patut diacungi jempol. Dan mereka berhasil belajar memahami diri lewat kritik diri sendiri. Inilah yang tak diduga-duga. Dibanding sekawan di kampus, saya melihat mereka berdua lebih berdedikasi.
Dari dua kawan itulah, kemudian saya belajar bagaimana memahami diri sendiri dengan melihat pelbagai kekurangan untuk dibenahi dan diisi dengan hal baik lagi membaikkan. Terima kasih kawan, persahabatan di antara kita, saya yakin akan berlanjut. Diskusi kita di pinggir jalan sambil ditemani minuman ringan, akan berubah pada beberapa tahun kemudian di suatu tempat yang sudah kita bayangkan hari ini. Tadi. Banyak hikmah yang saya dapat ambil dari diskusi kita di pinggir jalan. Sungguh, saya merindukan kawan seperti kalian, yang melihat dunia, dari perspektif lain yang lebih personal dan penuh semangat, optimis. Saya yakin, mimpi-mimpi kita akan mewujud, dan teman terbaik adalah dia yang saling memotivasi dan mencerahkan.
Komentar
Posting Komentar
sematkan komentar di blog ini