CEO Grup Bakrie dan Peluang Pribumi Indonesia Menjadi Pemain di Kancah Dunia Internasional
“Saya senang kamu gagal. Kau harus tahu
arti kegagalan, agar nanti berhasil.” Ujar Achmad Bakrie, saat anak lelakinya,
Aburial Bakrie mengalami kerugian dalam usaha.[1]
Mengenal Founding Fathers Grup Bakrie
Tahun 1916, tepatnya tanggal 11 bulan
Juni, seorang anak yang memiliki bakat entrepreneurship lahir ke dunia. Kelak,
ia menjadi orang pribumi pertama asal Kalianda, Lampung, yang berhasil
membangun imperium perusahaan yang sangat besar. Sejak kecil, tepatnya pada
usia 10 tahun, jiwa usahanya menuntut dia berani menjajakan roti demi mengisi
waktu libur. Ia adalah Achmad Bakrie, kakek dari Anindya Bakrie.
Tahun 1938, setamat Hogere Inlandsche
Kweekschool (Sekolah Dasar zaman kolonial Belanda), Achmad Bakrie bekerja
sebagai penjaja keliling pada sebuah perusahaan dagang milik penjajah itu. Nama
perusahaannya NV Van Gorkom. Di sana ,
Achmad Bakrie hanya bertahan selama dua tahun. Namun begitu, pengalamannya
selama bekerja di perusahaan itu, membuatnya mengetahui arti penting sistem
kerja perusahaan dagang modern.
Tahun 1939, Achmad Bakrie tamat dari
sekolah dagang Hendlesinstituut Schoevers.
Tahun 1940, tepatnya tanggal 10 bulan
Februari, Achmad Bakrie bersama kakak kandungnya, H. Abu Yamin, mendirikan CV
Bakrie Brothers. Fokus kelola perusahaan ini hanya pada bidang perdagangan
karet, lada dan kopi.
Tahun 1942, Jepang datang. Jepang tidak
suka dengan nama yang kebarat-baratan. CV Bakrie Brothers dianggap
kebarat-baratan, dan Jepang keberatan, akhirnya Achmad Bakrie dan kakak
kandungnya mengubah nama CV Bakrie Brothers menjadi Jasuma Shokai.
Tahun 1945, tatkala proklamasi
dikumandangkan, nama Jasuma Shokai diubah ke nama semula, Bakrie Brothers. Pada
tahun ini, para pengusaha lokal diuntungkan dengan suatu program yang dinamakan
Program Benteng, di mana perusahaan-perusahaan milik Belanda
dinasionalisasikan, dan Achmad Bakrie mengambil alih bisnis baja pada
kesempatan ini. Seiring dengan kemajuan zaman, juga kebutuhan akan industri,
maka kemudian Achmad Bakrie merambah bidang usaha lainnya seperti membangun
pabrik pipa baja dan pabrik kawat.
Tahun 1950, Achmad Bakrie menambahkan lagi
lini usahanya, yaitu dengan dibangunnya pabrik pengolahan karet mentah.
Tahun 1988, tanggal 5 bulan Februari,
Achmad Bakrie tutup usia di Tokyo .
Peninggalannya, yaitu Grup Bakrie, diwariskan langsung kepada anak-anaknya,
terutama Aburizal Bakrie. Usaha yang digeluti pun tidak hanya sebatas lada,
kopi, karet, tapi sudah merambah ke berbagai bidang termasuk industri
telekomunikasi, pertambangan (minyak dan gas, metal, dan batu bara),
infrastruktur, dan industri properti.[2]
Andai Kata Saya CEO Grup Bakrie
Menjadi pemain di kancah dunia, dibutuhkan
orang dengan wawasan global dan komprehensif, untuk memajukan suatu perusahaan
yang sedang dan akan berkembang, menjadi perusahaan konglomerasi terbesar di
tingkat internasional. Kompetensi yang mumpuni, menjadi kiat jitu untuk
menjadikan grup perusahaan sebagai pemain kunci di kawasan. Visioner, memiliki
reputasi yang baik, plus luwes dalam menghadapi persoalan grup perusahaan
menjadi modal awal seorang Chief
Executive Officer atau CEO untuk berkiprah lebih lanjut, sehingga hidup dan
kehidupan kelompok perusahaan menjadi lebih terjamin di masa depan.
Terlepas dari kualifikasi di atas, saya
punya mimpi besar untuk menjadikan Grup Bakrie sebagai pionir dalam
mempromosikan Indonesia dan
menjadi abdi pribumi Indonesia
yang menjadi key player di kancah bisnis internasional. Di samping itu, tujuan
jangka panjang Grup Bakrie akan saya dedikasikan untuk menyambut 100 tahun
bangsa ini yang jatuh tapat pada 2045. Grup Bakrie akan dengan suka cita
menyambut tahun istimewa tersebut, dengan berkontribusi aktif mengharumkan
bangsa ini ke berbagai pelosok dunia dengan penelitian, pendekatan edukasi, dan
pengenalan produk Indonesia hingga kelima benua, yaitu Amerika, Afrika, Asia,
Eropa, dan Australia.
Mimpi yang suatu saat saya ingin menggapainya,
jika pun tidak oleh saya, maka saya ingin mewariskan cita-cita ini kepada
penerus pemimpin kelompok perusahaan, dengan menjadikannya sebagai bagian yang
terintegrasi dengan budaya perusahaan. Saya akan merintis usaha ke arah
tersebut, dengan upaya intensif dan sistematis sehingga anak-cucu saya tinggal
meneruskan dan mengakomodasi keperluan ini, dengan mengadopsinya melalui
pendekatan inovasi yang terbarukan sesuai dengan dinamisasi zaman.
Tentu, untuk merintis ke arah itu, tidak
serta-merta kita mengabaikan kondisi internal dan eksternal Grup Bakrie. Faktor
internal dan eksternal itu, penting untuk ditelusuri demi tergapainya
mimpi-mimpi besar yang sudah disebutkan di atas. Untuk mengidentifikasi kedua
faktor tersebut, dibutuhkan metodologi yang logis, agar output yang dihasilkan
relevan dan dapat dipertanggungjawabkan, serta yang paling penting, bisa
direalisasikan. Prosedur SWOT temuan Albert Humphrey sepertinya dapat menjadi
pendekatan yang sesuai untuk menganalisis kedua faktor Grup Bakrie tersebut.
Analisis SWOT
SWOT sendiri merupakan singkatan dari
bahasa Inggris, yaitu Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats yang
dalam bahasa Indonesia berarti Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman.
Freddy Rangkuti menyebutkan bahwa dua hal pertama yang disebutkan merupakan
faktor yang datang dari dalam (internal), sedangkan dua berikutnya termasuk
faktor dari luar (eksternal) yang dihadapi dunia bisnis, perusahaan. Lebih
lanjut, Rangkuti mengungkapkan bahwa kinerja analisis SWOT pada dasarnya ialah
membandingkan antara faktor internal (Kekuatan dan Kelemahan) dan faktor
eksternal (Peluang dan Ancaman).[3]
Dalam perkembangannya, pendekatan SWOT
yang sering disebut sebagai prosedur paling tua dan tradisional, atau Pearce II & Robinson Jr
menyebutnya sebagai teknik historis ini,[4] mengalami dinamisasi atau perbaruan
analisis, salah satunya yang dikembangkan oleh Kearns .
Sejatinya, kerangka SWOT hanya terdiri
dari sebuah matriks dua kali dua, atau hanya terdiri dari empat kotak. Tetapi
Kearns mengembangkannya menjadi delapan kotak, yaitu dua paling atas merupakan
kotak faktor eksternal (Peluang dan Tantangan), sedangkan dua kotak sebelah
kiri berisi faktor internal (Kekuatan dan Kelamahan). Empat kotak lainnya
merupakan kotak isu-isu strategis yang timbul sebagai hasil titik pertemuan
antara faktor-faktor internal dan eksternal. Model ini dikenal dengan nama
Pendekatan Kualitatif Matriks SWOT.[5] Berikut disajikan Analisis SWOT Grup
Bakrie dengan Pendekatan Kualitatif tersebut.
Pembahasan Analisis SWOT
Kekuatan dan Kelemahan
Faktor Kekuatan dan Kelemahan dari dalam,
sangat penting untuk diketahui, agar kebijakan yang diambil nantinya bisa
sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Ini juga sangat bermanfaat untuk
mengetahui plus dan minus kelompok perusahaan sendiri, sehingga hasilnya dapat
dijadikan alat ukur evaluasi.
Kekuatan
Menurut hemat saya, ada lima kekuatan utama Grup Bakrie. Lima kekuatan itu ialah
pengalaman, tenaga profesional, sektor strategis, nama besar, dan jaringan
luas.
Pengalaman. Dari sisi pengalaman, Grup Bakrie tidak
lagi diragukan sebagai kelompok usaha paling mapan di negeri ini. Terbukti,
pengalamannya yang panjang, yang pada tahun ini memasuki usia 70 tahun
(1942-2012), telah menempatkannya sebagai konglomerasi perusahaan milik pribumi
yang hingga saat ini masih eksis. Pengalaman pertama, misalnya, ketika badai
yang menimpa pada 2001 silam, saat Grup Bakrie di bawah kepemimpinan Aburizal
Bakrie dipaksa untuk merestrukturisasi utang sebesar US$ 1 miliar, dan pada
gilirannya, ketika komoditas pertambangan naik, tepatnya tahun 2006, Grup
Bakrie mengambil keputusan tepat untuk menjual salah satu pabrik batu bara di
Kalimantan seharga US$ 1,2 miliar. Langkah tersebut menandai kebangkitan
kelompok usaha Bakrie, sehingga prospek Grup Bakrie ke depannya menjadi lebih
cemerlang.
Pengalaman lain yang tak kalah berharga
ialah, perihal kasus Lumpur Lapindo. Mengenai hal tersebut, kita cukup tahu
dari berbagai pemberitaan di media elektronik, khususnya televisi, yang kadang
dalam pemberitaannya sepertinya kurang, atau mungkin tidak berimbang. Hal ini
disebabkan, dalam setiap pemberitaan, yang selalu digambarkan miring dan seolah
sangat salah ialah salah satu perusahaan Grup Bakrie, yaitu Lapindo Brantas.
Seolah perusahaan tersebut telah melakukan suatu kesalahan yang sangat fatal,
sehingga tertutup sudah pintu maaf. Akibatnya, Grup Bakrie dan semua yang
terkoneksi dengannya dianggap bersalah dan berdosa besar. Sebut saja misalnya,
yang terkena dampak terburuk dari kasus ini ialah ayahanda dari Anindya Bakrie,
yaitu Aburizal Bakrie.
Namun begitu, experience is the best
teachers. Bagaimanapun, pengalaman ialah guru terbaik, yang memberikan
pendidikan langsung, ia mengajarkan kepada kita untuk tetap bangkit dan terus
semangat dalam mengarungi samudera kehidupan yang semakin keras ini. Dalam
perspektif saya, kasus Lapindo telah memberikan semacam stimulus yang besar
agar di kemudian hari, Grup Bakrie tak lagi jatuh pada lubang yang sama.
Peristiwa ini mengingatkan saya pada ucapan almarhum Achmad Bakrie, di mana
beliau pernah berkata, bahwa dirinya senang
kalau kita pernah gagal. Karena dari kegagalan itulah, keberhasilan nantinya
akan diraih. Hal ini sejalan dengan pepatah umum bahwa kegagalan merupakan
keberhasilan yang tertunda.
Pengalama demi pengalaman membuat kelompok
usaha Grup Bakrie makin solid dan terus berkembang, semakin kuat dan terus
dikenal. Dedikasinya terhadap ilmu dan pengetahuan, serta pentingnya
pendidikan, membuat kelompok usaha ini makin mengerti betapa sumber manusia
yang andal sangat dipentingkan guna kemajuan suatu bangsa. Implikasi akan
dedikasinya ini, Grup Bakrie telah membangun Universitas Bakrie. Universitas
yang diharapkan mampu menelurkan generasi platinum Indonesia .
Tenaga Profesional. Salah satu yang membuat posisi Grup
Bakrie kuat di kancah bisnis nasional dan juga internasional ialah, adanya
tenaga ahli yang profesional dalam mengelola usahanya. Tidak hanya para atase
yang mewakili komposisi di Grup Bakrie yang profesional, tapi juga sampai
tingkat pegawai. Para pegawai yang piawai, ahli, dan profesional, yang diambil
oleh Grup Bakrie dari lulusan berbagai sekolah tinggi, kejuruan, universitas,
termasuk dari universitasnya sendiri, Universitas Bakrie, di tempatkan sesuai
dengan skilnya masing-masing, sehingga Grup Bakrie bisa bertahan hingga saat
ini. Untuk perangkat hukumnya pun, Grup Bakrie telah melengkapi dirinya dengan
menempatkan para pengacara andal dan punya reputasi tinggi, sehingga semua hal
yang berurusan dengan hukum, dapat diselesaikan dengan segera.
Adanya tenaga profesional ini, jelas
sangat membantu Grup Bakrie dalam mengarungi bisnisnya. Tanpa adanya tenaga
profesional, mustahil Grup Bakrie bisa bertahan hingga 70 tahun. Saya jadi
ingat pesan Nabi Muhammad SAW, bahwa bila suatu urusan diserahkan kepada selain
ahlinya, maka tunggulah kehancurannya. Grup Bakrie sadar betul akan urgennya
orang-orang profesional ini, maka ia tak tanggung-tanggung mengundang orang
asing untuk membantunya dalam segala aspek, termasuk ketika menjelaskan perihal
Lumpur Lapindo kepada publik dengan menggandeng ahli-ahli di bidangnya yang
memiliki reputasi internasional.
Sektor Strategis. Di suatu wilayah tertentu, kebutuhan
pokok akan pangannya ialah nasi. Lalu ada penjual yang mendagangkan gandum atau
sagu ke wilayah tersebut. Menurut hemat kita, apakah si penjual gandum atau
sagu itu akan mendapatkan untung maksimal dari apa yang dijualnya? Apakah yang
membeli produknya banyak?
Kasus di atas, hanya sebagai ilustrasi
bahwa kita sebagai pedagang atau pengusaha harus cerdas memilah dan memilih
komoditas yang diperjualbelikan untuk suatu kawasan tertentu. Seorang pedagang
harus punya proyeksi ke depan, harus bisa memperkirakan, meramalkan, apa yang
sebenarnya sedang dibutuhkan masyarakat sekarang, dan di masa yang akan datang.
Dalam hal ini, Grup Bakrie sangat piawai. Ia tahu bahwa bisnis properti,
misalnya, kini sedang tren dan ia akan terus dibutuhkan selama manusia terus
berkembang, maka pilihan lini usaha propertinya sangat tepat. Tak heran jika
kemudian, bisnisnya di bidang perumahan ini, selalu menuai untung.
Contoh lain ialah lini komunikasi lewat
Esia dan segala programnya. Grup Bakrie tahu, bahwa pasar menginginkan kepuasan
dengan nilai tambah. Hemat, tapi juga menguntungkan. Lihat saja di Ibu Kota Jakarta ,
siapa yang tidak memegang ponsel Esia. Bisa dipastikan, semua orang di Jakarta , walaupun dia
memiliki Smartphone, pasti dia memiliki headset Esia. Mereka berpendapat, Esia
murah, bisa nelpon puas dan kirim sort message hanya satu rupiah per satu
karakter. Ini luar biasa dan berhasil memikat banyak pelanggan.
Di sinilah keunggulan Grup Bakrie
selanjutnya, yaitu sektor strategis, di mana Grup Bakrie dengan lihai melihat
celah pasar, sehingga komoditas yang diproduksinya diminati banyak pembeli.
Sektor strategis di bidang properti dan telekomunikasi ini, hanya sebagian
kecil lini Grup Bakrie yang oleh saya dijadikan contoh, bahwa Grup Bakrie
unggul di lini ini. Bahwa sektor strategis yang digarap Grup Bakrie telah
membawa keuntungan secara finansial dan juga brand Esia, misalnya, menjadi
sangat terkenal di masyarakat. Ini suatu keunggulan yang wajib dipertahankan
sekaligus dikembangkan lebih jauh oleh Grup Bakrie.
Nama Besar. Nama besar Grup Bakrie tak terlepas dari
sosok Achmad Bakrie yang luar biasa. Achmad Bakrie membangun usahanya dari nol,
dan sekarang sudah sangat meraksasa. Nama besar pendirinyalah yang membuat Grup
Bakrie tidak hanya disegani mitra, tapi juga dihargai lawan-lawan bisnisnya.
Nama besar Achmad Bakrie pulalah, yang telah membuat Grup Bakrie begitu mesra
dengan penguasa bangsa ini. Legalitasnya sebagai perusahaan yang memayungi
banyak karyawan ini, tidak diragukan lagi di mata pemerintah, karena jelas,
Grup Bakrie telah membantu pemerintah dalam upaya penanggulangan pengangguran.
Maka apa saja yang dilakukan Grup Bakrie, akan sangat mudah mendapatkan
dukungan dari pemerintah, terutama dari sisi kebijakan ekonomi, yang tentunya
juga akan membantu pihak Grup Bakrie dalam melakukan usaha, sehingga ia menjadi
leluasa. Ini suatu kepositifan yang harus dijaga kadarnya, jangan sampai nama
besar ini tercoret begitu saja.
Jaringan Luas. Grup Bakrie memiliki tujuh lini usaha.
Mulai dari (1) batu bara di bawah panji PT
Bumi Resources Tbk, kemudian (2) perkebunan dibawah bendera PT Bakrie Sumatera
Plantations Tbk, (3) minyak dan gas yang diolah PT Energi Mega Persada Tbk, (4)
telekomunikasi di bawah payung PT Bakrie Telecom Tbk, (5) properti pada PT
Bakrieland Development Tbk, (6) industri metal di bawah PT Bakrie Metal
Industries, dan infrastruktur yang di pegang oleh PT Bakrie Indo
Infrastructure.[6] Jaringan intern yang luas, membuat
Grup Bakrie gagah dan bisa jadi raja, tidak hanya di tingkat nasional Indonesia , tapi
juga di tingkat regional Asia Tenggara dan dunia internasional.
Kekurangan
Di samping sisi Kekuatan, saya pun melihat
bahwa Grup Bakrie memiliki sisi Kekurangan. Dalam perspektif saya, ada lima Kekurangan Grup Bakrie, yaitu sosialisasi, citra
negatif, media massa ,
nonperbaharui, dan posisi keuangan.
Sosialisasi. Secara harfiah, sosialisasi berarti
upaya memasyarakatkan sesuatu sehingga menjadi dikenal, dipahami, dihayati oleh
masyarakat.[7] Untuk menjadi dikenal, saya rasa, Grup
Bakrie sudah mengantonginya. Tapi bagaimana dengan makna sosialisasi yang lain,
yaitu “dipahami” dan “dihayati”. Saya menilai, ketiganya (dikenal, dipahami,
dan dihayati) ialah suatu yang terintegrasi, sehingga semua itu harus dicapai.
Di era digital, pemanfaatan jejaring sosial, blog, dan website domain dapat
dijadikan alternatif. Begitu juga televisi, radio, media fisik seperti baliho,
dan yang terpenting, lewat pengalaman langsung konsumen sehingga penyebarannya
bisa melalui mulut ke mulut. Ini harus dilakukan oleh Grup Bakrie secara
intensif dan kontinu.
Pemahaman dan penghayatan yang dalam akan
Grup Bakrie, tidak akan menyebabkan prasangka yang negatif dari masyarakat.
Jika mereka tahu betul akan Grup Bakrie, saya meyakini yang terjadi ialah
mereka cinta akan Grup Bakrie, sehingga segala produk yang dikeluarkan Grup
Bakrie akan diminati oleh siapa pun. Tidak mustahil jika kemudian nanti lahir
generasi Indonesia
yang fanatik terhadap Grup Bakrie. Penggemar fanatik sangat diperlukan dalam
berbisnis. Contoh riil dari keuntungan adanya penggemar atau konsumen fanatik
ialah Apple.[8]
Namun untuk sampai pada posisi tawar
seperti Apple, Grup Bakrie harus terus belajar. Karena bagaimanapun, posisi
kini, masih mengkhawatirkan. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat
masih memandang tidak baik Grup Bakrie, terutama masyarakat yang secara sinis
memandang Grup Bakrie sebagai otak di balik bencana Lumpur Lapindo. Banyak yang
sakit hati. Oleh karena itu, sosialisasi Grup Bakrie agar masyarakat tidak
hanya sekedar tahu, tapi juga harus sampai tahap memahami dan menghayati,
menjadi PR yang harus dipikirkan oleh manajemen Grup Bakrie.
Masukan saya terhadap permasalahan ini
ialah, apa pun aktivitas Grup Bakrie yang positif, harus disampaikan kepada
publik Indonesia
dalam bentuk apa pun. Termasuk dengan memanfaatkan segala fasilitas digital,
media elektronik, dan media cetak. Lebih bagus jika kemudian banyak mensponsori
event yang berkenaan dengan masyarakat, sehingga masyarakat punya pandangan
lain tentang Grup Bakrie. Setidaknya, mereka punya anggapan bahwa Grup Bakrie
care terhadap segala kegiatan yang dipelopori oleh publik. Di samping itu, Grup
Bakrie harus sering-sering pula melakukan kegiatan amal, terutama di daerah
yang terkena dampak Lumpur Lapindo. Kegiatan amal yang dimaksud dapat berupa
Mudik Bareng Bakrie saat lebaran, khitanan massal, renovasi masjid, dan sumbangan
hewan kurban saat Idul Adha.
Citra Negatif. Lapindo menempati urutan teratas dalam pencitraan.
Lapindo, bagi Grup Bakrie seperti duri dalam daging. Ia momok bagi Grup Bakrie
secara keseluruhan, karena tidak hanya Lapindo Brantas yang kena imbas buruk,
tapi seluruh hal yang berkenaan dengan bisnis Bakrie. Tentu citra negatif yang
dibentuk dari peristiwa Lumpur Lapindo ini, tidak hanya akan berbekas dalam di
hati korban, tapi akan berbekas pula di hati para simpatisan di luar korban.
Namun begitu, tidak penting juga bagi Grup
Bakrie untuk meratapi, apalagi menyesali begitu dalam akan peristiwa tersebut.
Toh kalaupun diratapi, atau diselali, hal itu tidak akan mengubah apa-apa. Yang
lalu biarlah berlalu, yang terpenting sekarang ialah memperbaikinya agar
kesalahan yang sama tak lagi terulang untuk kedua kalinya. Di samping itu,
urgen pula bagi Grup Bakrie untuk terus mawas akan situasi, dan tetap konsen
untuk mengabdi pada negeri, serta terus berkiprah demi kemanusiaan dan
keindonesiaan yang lebih baik.
Namun demikian, bukan berarti pula bahwa
Grup Bakrie cuci tangan atas masalah Lumpur Lapindo. Walau pada kenyataannya
Grup Bakrie dibebastugaskan oleh pengadilan untuk tidak lagi mengganti kerugian
warga, tapi Grup Bakrie punya tanggung jawab moral untuk menuntaskan
permasalahan itu sesegera mungkin, agar citra Grup Bakrie bisa dipulihkan, dan
sepertinya jalan untuk memulihkan citra Grup Bakrie di mata publik Indonesia
tidak lain dan tidak bukan ialah dengan cara Grup Bakrie menuntaskan
permasalahan itu.
Semoga ini bisa menjadi masukan yang
berharga bagi Grup Bakrie. Saya berpendapat bahwa, tiada salahnya Grup Bakrie
untuk mengganti semua kerugian warga, yakin, Tuhan Yang Mahakaya akan mengganti
semua yang oleh Grup Bakrie keluarkan. Dalam pandangan saya, Grup Bakrie akan
memperoleh keberkahan dalam usaha, jika permasalahan ini diselesaikan. Grup
Bakrie, jika merasa akhir-akhir ini agak mandek dalam usaha, mungkin itu karena
doa-doa orang yang teraniaya. Penebusannya, sekali lagi, hanya lewat jalur
penyelesaian masalah Lumpur Lapindo itu. Semoga Allah SWT memberikan hidayah
dan berkah-Nya kepada kita. Aamiin.
Media Massa . Media massa
dengan segala kelebihannya, berusaha untuk mengangkat berbagai peristiwa
penting yang terjadi di tengah masyarakat. Fenomena Lumpur Lapindo merupakan
salah satu peristiwa penting yang berhasil direkam oleh media massa kita, walau kadang pemberitaannya
memojokkan keluarga besar Achmad Bakrie. Jelas, hal itu tidaklah berimbang.
Dalam pemberitaan, tak jarang media massa
menyalahkan dengan sangat tindakan Grup Bakrie lewat anak perusahaannya,
Lapindo Brantas, seolah tidak ada kebaikan sama sekali yang telah dilakukan
Grup Bakrie. Opini publik yang dienduskan media massa menjadi wedus gembel bagi Bakrie dan
keluarga. Dalam pandangan saya, ini tidak adil.
Media massa seharusnya mampu menjembatani antardua
kepentingan ini. Bukannya malah memposisikan yang satu sebagai objek penderita,
sedang yang lain seolah objek yang tidak mau bertanggung jawab. Saya kira, Grup
Bakrie sungguh-sungguh dalam menangani korban Lumpur Lapindo. Hanya kadang, ada
saja oknum-oknum tertentu yang tidak suka, atau tidak puas terhadap keputusan
Grup Bakrie, sehingga mereka melakukan segala cara demi menggoyang Grup Bakrie.
Akan tetapi, di sini ada yang harus diperbaiki, dalam pengertian, Grup Bakrie
sudah sepatutnya pula melakukan introspeksi sehingga tindakan-tindakan oknum
semacam itu bisa diminimalisasi. Saya meyakini bahwa ada alasan di balik orang
melakukan sesuatu. Peribahasa mengatakan, “Tanah lembah kandungan air, kayu
bengkok titian kera”. Entah kenapa, saya jadi berpikir bahwa, masyarakat juga
harus dibela, walau itu lewat tulisan seperti ini. Semoga hal ini bisa menjadi
masukan positif bagi Grup Bakrie.
Bahan Baku Nonperbaharui. Salah satu lini bisnis Grup Bakrie ialah
batu bara. Batu bara, seperti yang kita tahu, tergolong komoditas atau sumber
daya alam yang tidak dapat diperbaharui secara cepat. Ia ada karena proses
alamiah yang berlangsung ribuan bahkan jutaan tahun. Karena prosesnya yang lama
itulah, maka siapa pun, termasuk Grup Bakrie tidak dapat begitu saja
memproduksi bahan baku
alam itu.
Di posisi ini, Grup Bakrie menurut saya
lemah. Kelemahan ini tentu harus dicarikan jalan keluar, agar lini usaha Grup
Bakrie tetap bertahan sesuai dengan spesialisasinya. Saya kira, di lini ini,
Grup Bakrie harus mencari alternatif baru. Saya tidak tahu sampai kapan
ketersediaan batu bara di bumi (khususnya batu bara di Indonesia yang
dikelola Grup Bakrie) ini akan habis, namun dapat diperkirakan, jika
terus-menerus dilakukan eksploitasi, tentu lama-kelamaan batu bara itu habis
juga. Jika sudah habis, apa mau dikata, berarti harus pasang kuda-kuda dari
sekarang mulai berekspansi ke ranah lain yang lebih baik. Misalnya dengan
membuka lini baru yang bergerak di bidang keuangan, perbankan.
Posisi Keuangan. Uang bukan segalanya, tapi segalanya
butuh uang. Petuah yang lumrah kita dengar itu, ada benarnya juga. Walau uang
bukan segalanya, tapi segala sesuatu, segala yang menyangkut produksi,
transaksi, promosi, distribusi, konsumsi, semuanya itu membutuhkan uang. Tanpa
uang, berarti tidak ada apa-apa. Tidak ada produksi, tidak ada transaksi, tidak
ada gaji. Bangkrut. Oleh karena itu, posisi keuangan harus selalu aman untuk
menjaga stabilitas intern agar tidak mudah kolaps, dan untuk tetap mampu
bertahan di tengah gempuran persaingan yang semakin ketat dan panas.
Secara akurat, saya tidak bisa
menyampaikan apakah posisi keuangan Grup Bakrie aman atau tidak untuk saat ini.
Tapi jika kita merujuk pada hal-hal seperti ganti rugi Lumpur Lapindo, modal
untuk membayar para ahli internasional ketika menjelaskan perihal Lapindo,
serta menurunnya posisi Aburizal Bakrie sebagai orang nomor satu dengan
kekayaan terbanyak, saya berani berspekulasi bahwa kini keuangan Grup Bakrie
secara umum sedang dalam posisi takar yang tidak seharusnya.
Jika spekulasi ini kemudian salah, saya
bersyukur bahwa keuangan Grup Bakrie membaik. Ini tentu suatu kabar yang
menggembirakan, di tengah akan digelarnya perhelatan akbar perayaan ulang tahun
Grup Bakrie ke-70 (1942-2012) pada tahun ini.[9]
Peluang dan Ancaman
Dari uraian tentang Kekuatan dan Kelemahan
Grup Bakrie dari dalam, maka mari kita lihat apa yang berpotensi di luar sana (Peluang), dan apa
pula yang berpatron sebagai noda gelap (Ancaman) bagi Grup Bakrie. Berikut
uraiannya.
Peluang
Naiknya Kelas Menengah Indonesia . Temuan terbaru mengemukakan bahwa angka kelas menengah
dalam masyarakat kita mengalami kenaikan. World Bank misalnya, menilai bahwa
kelas menengah kita, setelah krisis keuangan empat belas tahun silam—tepatnya
tahun 1998—mulai menunjukkan perbaikan ke arah positif. Setidaknya, setelah
sembilan tahun terakhir, yaitu dari 2003 yang hanya 81 juta jiwa, naik menjadi
134 juta jiwa atau 56,5% pada tahun 2012 dari total penduduk Indonesia, yaitu
237 juta jiwa.
Dengan kata lain, kelas menengah Indonesia
tumbuh 65% selama sembilan tahun. Ini berarti, kini, di Indonesia ada 134 juta
jiwa yang berpredikat sebagai orang kaya baru atau OKB. Adanya OKB ini harus
betul-betul dimanfaatkan, karena ini merupakan lahan subur bagi bisnis. Grup
Bakrie lewat lini telekomunikasi, misalnya, harus mulai melihat celah ini, dan
secara serius mengeluarkan produk-produk unggulan dengan operating system
Android. Tidak hanya Smartphone, tapi juga harus merambah ke tablet. OKB
biasanya lebih konsumtif, oleh karena itu, hal ini bisa menjadi kesempatan emas
untuk menawarkan produk keluaran Bakrie dengan harga yang bersahabat di kantong
orang Indonesia
yang OKB itu. Saya yakin ini akan berhasil.
Bakrie via Esia punya peluang untuk
menyasar OKB ini, dengan mulai memproduksi Smartphone layar sentuh, misalnya,
agar jangan ketinggalan. Esia dengan model candibar dan qwerty saja, saya rasa
masih kurang, karena pangsa pasar membutuhkan yang lebih dari itu. Konsumen
selalu menginginkan pengalam baru dalam bertelekomunikasi. Ini juga terkait
dengan mobilitas dan trend. Oleh karena itu, Esia harus berani ambil risiko
dengan memasuki era Esia Smartphone yang canggih dan up to date. Ini juga
sebagai respon bahwa Esia tidak main-main menggarap pasar mobile di Indonesia.
Di samping itu, Esia harus pula meningkatkan kerapatan piksel pada semua layar
ponsel terbarunya. Hal ini karena kerapan piksel pada ponsel Esia sekarang
terlalu kecil. Sudah begitu, tidak ada kamera pula. Sudah saatnya, Esia sebagai
pemain lokal, meningkatkan kualitas produknya sehingga bisa lebih kompetitif
lagi.
Pangsa pasarnya ada, sehingga tak perlu
khawatir. Esia, sekali lagi, harus melihat celah naiknya masyarakat menengah di
Indonesia
ini sebagai suatu lahan empuk untuk penetrasi ponsel Esia yang lebih baru. Saya
berani beropini, jika Esia mengambil langkah untuk intrusi ke pasar Smartphone,
maka ini suatu kemajuan sekaligus kemenangan bagi pengusaha lokal yang berhasil
memproduksi ponsel dengan mutu yang tidak kalah bagus dengan produksi negara
tetangga seperti Taiwan (HTC), Korea Selatan (Samsung), dan Jepang (LG). Sudah
saatnya pula bagi Grup Bakrie untuk membangun basis produksi ponselnya di Indonesia .
Selama ini, kita tahu, Esia diproduksi di China . Kita, harus mulai mengurangi
ketergantungan terhadap China .
Ini penting, demi martabat bangsa di mata dunia.
Esia juga jangan tetap bertahan pada teknologi
CDMA, saya menyarankan agar Esia juga menjajaki kemungkinan untuk ikut
berkompetisi di kelas GSM. Ini akan menjadi era baru bagi Esia. Saya optimistis
Esia bisa menjadi tuan rumah di negerinya sendiri. Saya pun tidak ragu untuk
menyamakan Esia dengan HTC, Samsung, dan LG, karena sesungguhnya mereka juga
pemain baru seperti halnya Esia. Beda jika kemudian saya menyamakan Esia dengan
Nokia. Nokia pemain lama yang sudah memiliki fans fanatik dan tetap konsisten
dengan tidak ikut-ikutan. Nokia memiliki komitmen yang sangat kuat. Namun
begitu, yang saya ingin katakan ialah, Esia jangan setengah-setangah dalam
mengarungi pangsa pasar ponsel Indonesia .
Be yourself. You can!
CAFTA. CAFTA merupakan akronim dari China-ASEAN Free Trade
Agreement atau kesepakatan perdagangan bebas China dan ASEAN. Kesepakatan ini
efektif Januari 2010 silam. Kisah adanya CAPTA ini, bermula dari adanya
kesepakatan AFTA, yaitu suatu kerangka kerja sama perdagangan dan ekonomi di
wilayah ASEAN, dengan tekad untuk menciptakan iklim perdagangan yang seimbang
dan adil melalui penurunan tarif barang perdagangan hingga nol sampai lima
persen, serta hilangnya hambatan nontarif bagi negara anggota. Selain itu, juga
untuk meningkatkan daya saing ekonomi dan perdagangan negara anggota ASEAN dengan
menjadikan ASEAN sebagai basis produksi pasar dunia.
Lahirnya konsepsi AFTA, tidak lepas dari
KTT IV ASEAN dengan tuan rumah Singapore
pada 28 Januari 1992. Pada waktu itu, baru enam anggota ASEAN, mulai dari
Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, Filipina, dan tuan rumah yang
menandatangani kesepakatan AFTA ini. Tiga tahun kemudian, 1995, Vietnam
menyatakan gabung. Jejaknya diikuti Laos
dan Myanmar
pada 1997. Pada 1999, Kamboja pun mendeklarasikan keikutsertaannya.
Pada perkembangan berikutnya, China , sebagai
negara non-ASEAN, juga menyatakan keikutsertaannya. Maka kemudian lahirlah
CAPTA, dengan mengikuti kesepakatan yang sudah ditetapkan dalam AFTA. Ini, bisa
menjadi penanda baik, karena dengan masuknya China ke AFTA, khususnya ke Indonesia,
ada banyak kesempatan yang mungkin bisa diraih Grup Bakrie, salah satunya ialah
kerja sama strategis dalam bidang transfer teknologi dan manufaktur.
Di samping itu, akan diupayakan pula untuk
membangun pabrik di kawasan ASEAN semisal di Vietnam dan Filipina, sebagai
langkah awal untuk menjadikan Grup Bakrie sebagai pemain dunia di kancah bisnis
internasional. Volume perdagangan pun akan ditingkatkan Grup Bakrie ke
daerah-daerah strategis di ASEAN. Hal ini dimungkinkan karena biayanya murah,
terlebih jika sampai menyentuh level nol persen. Ini suatu peluang yang tidak
boleh disia-siakan. Saya menganggap, bahwa CAPTA ialah pintu gerbang untuk
melebarkan sayap Grup Bakrie menjadi pemain berkaliber dunia.
Sektor Perbankan. Salah satu sektor yang belum digarap dan
dijajaki Grup Bakrie ialah perbankan. Saya sendiri menilai bahwa Grup Bakrie
perlu mencoba bidang yang satu ini. Nama yang pas ialah Bakrie Bank. Menurut
saya nama ini easy listening. Itu merupakan penanda baik, bahwa kelak, Bakrie
Bank bisa hidup dan berterima di tengah-tengah masyarakat. Sebagai
perbandingan, lagu yang cepat booming itu bukan karena lagu itu mendayu-dayu
atau ngerock, bukan, tapi karena lagu itu easy listening. Walaupun materi
lagunya biasa, tapi karena easy listening, bisa dipastikan lagu itu pasti
popular dan menancap di setiap hati pendengarnya. Contoh riilnya ialah lagu Ayu
Tingting yang “Alamat Palsu”.
Peluang untuk menjajaki sektor perbankan
ini, setidaknya didasarkan pada tiga pertimbangan, yaitu Bakrie secara
infrastruktur mampu, lebih baik menyimpan keuntungan di lembaga keuangan
bentukan sendiri, dan Aburizal Bakrie berada di posisi puncak Partai Golkar,
memudahkan untuk menjaring nasabah. Saya sudah tidak sabar untuk melihat Grup
Bakrie menjajaki kemungkinan ini.
Krisis Eropa. Kita tahu bahwa akhir-akhir ini di
daratan Eropa, mulai dari Yunani, Irlandia, Italia, Portugal, hingga Spanyol,
mengalami krisis keuangan akut akibat utang dan kinerja perbankan yang buruk.
Terutama yang paling parah ialah Yunani. Kenyataan ini, membuat teman-teman
dekat Eropa menjauh, karena ketakutan akan dampak yang mungkin menular. Namun
begitu, Grup Bakrie harus berpikir efisien dan ekonomis. Menurut saya, Grup
Bakrie justru harus mendekatinya. Membeli perusahaan-perusahaan Eropa yang kini
sedang kritis, atau yang sudah pailit.
Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa harga-harga perusahaan itu kini murah,
dan mungkin diobral. Kalau saya CEO Grup Bakrie, saya tanpa ragu akan membeli
sebanyak mungkin perusahaan yang kolaps di Eropa. Ini momentum yang tepat untuk membeli perusahaan
Eropa dengan harga di bawah standar. Langkah ini penting untuk dilakukan karena
akan membawa keuntungan finansial di masa mendatang.
Hal tersebut terjadi karena, ketika
perekonomian di negara bersangkutan membaik akibat stimulus atau karena adanya
restrukturisasi ekonomi, perusahaan-perusahaan itu akan pulih, dan kondisi
ekonomi bangsa bersangkutan secara keseluruhan positif. Dalam keadaan seperti
itulah, saya akan menjual kembali perusahaan yang saya beli dengan harga murah
itu dengan harga yang sangat pantas. Saya yakin, harga jualnya bisa sepuluh
kali lipat dari harga waktu saya beli. Ini jelas keuntungan.
Teknologi Ramah Lingkungan. Masalah lingkungan bukan lagi masalah
lokal, atau masalah yang tidak punya daya jual. Di era modern saat ini, masalah
lingkungan justru masalah paling sensitif yang punya daya tarik luar biasa.
Dalam hal ini, Grup Bakrie lewat lini usahanya, atau membuat perusahaan baru,
khusus membuat produk-produk yang memiliki teknologi ramah lingkungan. Tidak
ada salahnya jika kemudian, Grup Bakrie berafiliasi dengan Institut Teknologi
Bandung (ITB), Institut Teknologi Surabaya (ITS) untuk menghasilkan teknologi
ramah lingkungan itu.
Peluang ini jika dijalankan dengan serius
akan mendatangkan investor yang nantinya bisa berkolaborasi dengan Grup Bakrie.
Bila itu terjadi, maka bukan tidak mungkin Grup Bakrie menjadi kelompok
perusahaan pertama asal Indonesia
yang memproduksi secara massal produk dengan kualifikasi utama ramah
lingkungan.
Ini juga akan menambah kesan, bahwa Bakrie
peduli terhadap kelestarian lingkungan hidup. Go green, tidak lagi sebatas
slogan, tapi sudah masuk ranah praktik pada kelompok usaha Bakrie dalam
menjalankan segala usahanya. Publik akan melihat bahwa Bakrie kini memiliki
orientasi pada kemanusiaan dan hubungannya dengan lingkungan.
Teknologi ramah lingkungan yang nantinya
dihasilkan, harus diproduksi secara massal, sehingga tidak hanya Grup Bakrie
yang menggunakan, tapi juga perusahaan lain yang tertarik. Bagi saya, ini suatu
yang possible bagi Grup Bakrie untuk direalisasikan.
Ancaman
Di balik Peluang yang ada, ada beberapa
Ancaman yang mungkin akan mengdestruksi Grup Bakrie. Ancaman-ancaman ini
sifatnya ada yang disebabkan oleh mekanisme pasar, semacam adanya banyak pemain
(rival perusahaan), isu lingkungan, serangan China , dan fluktuasi pasar. Ada pula Ancaman ini
sifatnya alamiah, seperti bencana alam.
Banyak Pemain. Persaingan sehat ialah persaingan yang
kompetitif. Tidak ada kecurangan ataupun curi start, namun begitu, kemungkinan-kemungkinan
terburuk karena adanya lawan usaha, kadang membuat kita harus bekerja ekstra.
Hal ini wajar, dan yang perlu diwaspadai ialah pemain lama yang kemudian muncul
setelah sebelumnya vakum. Biasanya strategi yang digunakan kreatif-persuasi dan
akan membuat rival-rivalnya sibuk, karena pelanggan mereka oleh pendatang lama
yang muncul kembali itu dicuri. Kebangkitan suatu usaha biasanya menghembuskan
aura ketertarikan yang luar biasa bagi para konsumen. Sehingga mereka ingin
tahu apa yang baru.
Itulah tantangan dunia usaha yang
multiplayer. Banyaknya pemain dalam bidang usaha ini, memang didukung penuh
oleh iklim demokrasi yang diterapkan di negara kita. Legalitas itu menghendaki
siapa pun, untuk membuka usaha, asal jangan plagiat. Plagiat dalam bidang usaha
ialah kejahatan ekonomi yang sangat terlarang, sama terlarangnya dengan
monopoli. Di alam demokrasi, isu plagiat dan monopoli sangat sensitif, oleh
karena itu, jangan coba-coba untuk bertindak ceroboh dengan meniru atau
memalsukan barang dengan merek yang sudah memiliki hak cipta. Tapi tidak mau
berbagi barang dengan orang lain juga salah, karena berarti itu monopoli.
Oleh karena itu, bersikaplah lebih
fleksibel dalam bidang usaha. Sikap ini akan menolong kita dalam situasi yang
banyak pemainnya seperti di negara kita ini. Keluwesan dalam bidang usaha bukan
berarti kita tidak punya konsistensi. Tetap harus ada yang dipertahankan,
menjadi ciri khas, dari produk yang kita keluarkan. Sikap ini akan membantu
sekaligus menolong para konsumen untuk mengidentifikasi bahwa barang yang
dibelinya dibuat oleh kita.
Yang terpenting juga bagi Grup Bakrie
dalam menyikapi banyaknya pemain ini, ialah dengan cara mengoptimalkan segala
lini usaha yang ada agar berjalan seperti biasanya. Bangun pula budaya karyawan
yang giat bekerja, dan sapalah mereka dari dekat, agar mereka merasa dihargai
oleh pemimpinnya. Sikap ini sangat diperlukan, agar para karyawan sebagai lini
terdepan dalam perusahaan tidak kabur atau pindah tempat kerja. Terutama bagi
karyawan yang punya etos kerja di atas rata-rata dan punya spesialisasi. Mereka
tidak boleh dibiarkan masuk kandang lawan. Jangan salah, karyawan pada
posisi-posisi tertentu, mereka lebih cerdas dan idenya bisa jadi luar biasa,
dan biasanya itu penanda akan kejayaan perusahaan.
Hal lain yang perlu mendapat atensi dari
Grup Bakrie ialah keunikan, keberbedaan, dan nilai tambah. Jika tiga hal ini
ada dalam setiap produk Grup Bakrie, maka tak perlu khawatir akan lawan usaha
yang lebih besar sekali pun.
Isu Lingkungan. Isu lingkungan masuk ke ranah pasar
bukan tanpa alasan. Negara-negara besar semacam Amerika, dan beberapa negara
Eropa, memiliki kepentingan dalam masalah lingkungan ini. Industri yang mereka
bangun telah membuat langit bumi makin keruh, sehingga karbonmonoksida dan
karbondioksida yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik itu menggelembung di udara
dengan jumlah yang sangat besar. Efeknya, suhu bumi menjadi panas, dan ini
alamat tidak baik bagi masa depan manusia di bumi.
Mereka menyebut keadaan seperti itu dengan
Efek Rumah Kaca atau Global Worming (Pemanasan Global). Kemungkinan terburuk
ialah mencairnya es abadi yang ada di Arktik dan Antartika. Jika itu benar
terjadi, maka akan ada banyak kawasan di dunia tenggelam akibat volume air yang
bertambah. Akan ada banyak daerah di mana permukaan air laut lebih tinggi
daripada permukaan tanahnya. Ini ialah kekhawatiran semua pihak. Imbasnya, para
pelaku usaha ditekan agar mereka melakukan restrukturisasi industri yang lebih
ramah terhadap lingkungan.
Untuk menangkal karbonmonoksida dan karbondioksida
di udara, diperlukan banyak sekali pohon. Pohon, secara biologi, mengkonsumsi
dua gas di atas, seperti halnya manusia mengkonsumsi oksigen.
Sejalan dengan itu, negara-negara besar
macam Amerika dan yang punya kepentingan, menyambangi negara-negara dengan
vegetasi hutan terlebat (banyak pohon) di dunia. Mereka mendorong negara dengan
vegetasi hutannya yang lebat itu untuk melakukan pelestarian. Negara dengan
vegetasi hutan yang kaya, tiada lain dan tiada bukan ialah negara yang dilalui
khatulistiwa, dan itu otomatis menyeret nama Indonesia
di Asia dan Brazil di Amerika Latin.
Dua negara ini akan menjadi ajang
kepentingan bagi negara-negara maju. Bila tidak disikapi dengan cermat, kita
hanya akan menjadi bonekanya Barat. Tentu itu tidak boleh terjadi. Kesadaran
kita akan lingkungan, jangan dilatarbelakangi oleh suruhan atas negara maju,
tapi memang kesadaran sendiri untuk kemaslahatan anak-cucu kita dan umat
manusia.
Terlepas dari masalah di atas, yang jelas,
Grup Bakrie memiliki lini usaha di bidang batu bara, tentu ini dipandang oleh
sebagian kalangan sebagai industri yang merusak lingkungan. Sekilas sepertinya
tidak ada yang perlu dikhawatirkan, tetapi sesungguhnya ada ancaman serius atas
kelangsungan industri batu bara tersebut, yaitu jika di kemudian hari terbukti
bahwa eksploitasi baru bara yang dilakukan telah melewati batas ambang
penggalian, dan kerusakan alam yang ditimbulkannya sudah tidak dapat
ditoleransi lagi.
Serangan China . Laksana bola sepak, globalisasi
menggelinding begitu saja masuk ke segala ranah kehidupan masyarakat
internasional. Penetrasinya tak hanya ke bidang politik, tapi juga bidang
sosial, budaya, teknologi, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan ekonomi.
Globalisasi sudah semacam bola panas, yang mau tidak mau, harus diterima oleh
seluruh masyarakat di pelosok dunia. Globalisasi telah membuat suatu tatanan
baru yang lebih transparan, tanpa batas, saling terkait (linkage), dan saling ketergantungan (interdependence).[10] Keadaan ini, dimanfaatkan betul oleh
Negeri Tirai Bambu, bahkan sebelum kata itu popular.
Kondisi ini, diperparah dengan adanya
perjanjian China
plus AFTA. Sebelum diberlakukan perjanjian itu saja, produk China sudah
sangat menggurita, apalagi jika kemudian perjanjian tersebut efektif
dilaksanakan. Maka apa pula nasib UKM Indonesia. Bagi pelaku besar semacam Grup
Bakrie, hal ini juga tak bisa dianggap sepele. Lini yang paling rentan atas
serbuan China
bagi Grup Bakrie ialah telekomunikasi. Di mana kita tahu, ponsel produk China telah
menyasar pangsa pasar low end yang juga menjadi pangsa Grup Bakrie secara umum.
Fluktuasi Pasar. Tak bisa dipungkiri, bahwa pasar selalu
berubah dan menunjukkan wajahnya yang tidak menentu. Kadang condong ke kiri,
kadang condong ke kanan. Saat ini saham naik, tiba-tiba turun drastis.
Permintaan terhadap suatu barang saat ini membeludak, tapi entah kenapa,
permintaan itu kemudian turun sama sekali, di hampir waktu yang sama.
Ketidakmenentuan pasar membawa pada ketidakjelasan akan ke mana sebenarnya
pasar bergerak. Di sinilah letak fluktuasi pasar. Jika kita kebetulan dapat
durian runtuh, maka kita akan diuntungkan oleh pasar. Tapi jika sebaliknya,
kejatuhan genting, tertimpa tangga pula, maka jangan berharap kita bisa
mengantongi keuntungan, walau itu hanya sepeser.
Ketidakstabilan pasar menjadi ancaman
serius bagi setiap pelaku usaha. Walaupun begitu, masih ada celah positif, di
mana pasar kadang cenderung stabil dalam merespon kebutuhan sembilan barang
pokok. Kecuali jika pasokan kurang, atau ketersediaan minim. Maka, akan lain
ceritanya. Terlepas dari itu, ada banyak pelajaran penting yang patut kita
ambil. Salah satunya ialah, bahwa respon pasar sesungguhnya bisa dikendalikan
sesuai dengan isu yang sedang hangat. Pelaku usaha, sebenarnya bisa menciptakan
isu sendiri yang mendorong pasar untuk melakukan seperti apa yang kita
inginkan. Ini mudah jika Anda piawai. Dawai itu hanya akan berbunyi jika Anda
benar dalam memainkannya. Tipsnya, kerahkan apa yang Anda bisa lakukan, lalu
tunggulah hasilnya. Anda akan dibuatnya kagum.
Bencana Alam. Manusia hanya berencana, Tuhan jualah
yang menentukan. Petuah klasik seperti itu mungkin sering kita dengar, dan
ternyata, tiada yang salah dengan itu. Kita bisa bayangkan, orang membangun
proyek begitu megah, begitu luar biasa, canggih, tapi bagaimanapun itu yang
membuat ialah manusia. Secanggih dan sehebat apa pun buatan manusia, tetap
tidak akan menyamai kecanggihan dan kehebatan ciptaan Tuhan. Kita diingatkan
akan peristiwa demo pesawat milik Rusia yang baru-baru ini mengalami kecelakaan
di daerah Gunung Salak, Bogor .
Faktor alam seperti kabut tebal, waktu itu menyelebungi area di sekitar
pesawat. Mungkin banyak dari kita yang tidak membayangkan bahwa kemungkinan
pesawat Sukhoi Super Jet 100 bisa menabrak tebing gunung, hal ini karena Sukhoi
Super Jet 100 dilengkapi dengan alat navigasi yang super duper canggih. Tapi
naas, Tuhan berkata lain.[11]
Begitu juga bencana yang ditengarai oleh
faktor alam lainnya. Siapa menyangka bahwa pada Desember 2004, tsunami akan
meluluhlantakkan Aceh. Semua itu di luar prediksi manusia. Oleh karena itu,
campur tangan Tuhan tidak bisa diabaikan. Bencana alam sewaktu-waktu dapat
terjadi. Ini bisa jadi bomerang yang mematikan. Contoh riil yang menimpa Grup
Bakrie dari ancaman bencana alam ini ialah, saat terjadi gempa Yogya, yang
kemudian membawa efek terhadap menyemburnya lumpur di Sidoarjo, yang terkenal
dengan Lumpur Lapindo.
Kebijakan Strategi
Optimalisasi S untuk Meraih O dengan
Strategi Target Marketing Plus (Strategi SO)
Seperti yang sudah dipaparkan di atas,
Kekuatan Grup Bakrie terkonsentrasi pada lima
asfek, yaitu pengalaman, tenaga
profesional, sektor strategis, nama besar, dan jaringan luas. Sedangkan Peluang
Grup Bakrie, dalam perspektif saya, ada lima hal pula, yaitu naiknya kelas menengah
Indonesia, CAFTA, sektor perbankan, krisis Eropa, dan teknologi ramah
lingkungan.
Untuk meraih Peluang, saya melihat bahwa
Kekuatan yang ada harus dioptimalisasikan, dengan pendekatan atau Strategi
Target Marketing Plus, yaitu suatu strategi yang menitikberatkan pada proses
memilih satu atau lebih dari segmen pasar, yang kemudian diarahkan pada
pengembangkan produk, yang mana program pemasarannya dibuat untuk setiap
segmen, dengan tujuan untuk mencapai target pemasaran. Kata “Plus” yang tersemat
dalam strategi ini, sebagai penegas bahwa fokusnya tidak hanya ke segmen pasar,
melainkan melihat pula pada potensi kerja sama (untuk mendapatkan peluang
pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan), kepemilikan perusahaan tertentu
(menyikapi masalah Krisis Eropa), dan kemungkinan untuk membuka lini perusahaan
baru (untuk menggapai opsi Sektor Perbankan).
Strategi Target Marketing secara umum
terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu strategi undifferentiated marketing,
differentiated marketing, dan concentrated marketing. Seluruh strategi ini
dikhususkan untuk mendapatkan peluang pertama, yaitu meraih Kelas Menengah Indonesia dan peluang kedua, yaitu menang dalam
persaingan menghadapi hadirnya produk China
di pasar Indonesia .
Undifferentiated marketing, yaitu suatu pendekatan pemasaran di mana
semua pelanggan diperlakukan secara sama tanpa ada pembedaan. Dalam hal ini,
Grup Bakrie mencari keinginan yang sama bagi pelanggan potensial dan mencoba
merancang produk yang dibutuhkan setiap orang. Strategi ini memerlukan sumber
daya yang cukup, dan ini dimiliki Grup Bakrie dengan adanya Tenaga Profesional,
termasuk kapasitas produksi, dan kemampuan pemasaran produk secara massal. Bisa
berhasil jika perusahaan memakai tarif yang murah dan tidak ada alternatif
produk pesaing.
Differentiated marketing, yaitu perlakukan terhadap setiap segmen
dengan pembedaan disesuaikan dengan keinginan dan harapan. Kelebihannya ialah
keinginan dan kebutuhan dapat terpuaskan lebih baik untuk setiap target segmen.
Kelemahannya yaitu biaya yang dikeluarkan lebih mahal, karena beberapa strategi
seperti promosi iklan perlu dilakukan.
Concentrated marketing, yaitu melayani satu atau lebih segmen,
meskipun bukan yang terbesar, tapi terdiri atas sejumlah pelanggan yang mencari
manfaat spesial. Strategi ini dirancang untuk menghindari persaingan langsung
dengan perusahaan besar yang menjangkau segmen yang lebih besar.
Dari pemaparan ini, yang cocok untuk Grup
Bakrie lakukan ialah Strategi Target Marketing jenis pertama, yaitu
undifferentiated marketing, di mana semua target pasar dianggap sama, sehingga
penerapan tarif yang murah terhadap produk yang dibuat bisa dilakukan. Pada
gilirannya, para OKB dapat kita raih, dan persaingan terhadap gelombang produk China , kita
bisa menjadi pemenangnya.
Maksimalisasi S untuk menghadapi T dengan
Strategi Ofensif Kohler dan Singh[12] (Strategi ST )
Strategi Ofensif digunakan dalam rangka
melawan pesaing. Dalam hal ini, Grup Bakrie harus menentukan dimensi apa yang
akan diserang atau dipertahankan. Keputusannya didasarkan pada ukuran
perusahaan dibandingkan dengan pesaing. Kohler dan Singh mengidentifikasi lima strategi konfrontasi
pesaing yang dirancang untuk memenangkan penjualan dan pangsa pasar.
Kedua, flanking
attack, merupakan strategi kebalikan dari frontal attack. Konsentrasi pada
kekuatan agresi terhadap kelemahan pesaing. Strategi ini cocok untuk segmen
pasar yang kebutuhan konsumennya belum terpenuhi. Ketiga, encirclement, yaitu menyerang
pertahanan pesaing dari segala penjuru. Strategi ini dapat dijalankan untuk
perusahaan yang memiliki sumber daya yang melebihi dari yang diserang.
Keempat, bypass
attack, yang berfokus pada kelemahan pesaing. Ketika pesaing utama memiliki
sumber daya yang berlebihan untuk melawan frontal attack yang kita lancarkan,
sesungguhnya pada saat itu, ia telah memperlihatkan titik lemahnya yang dapat
kita gunakan sebagai fokus serangan, sehingga kita bisa memenangkan persaingan
yang ada. Kelima, guerilla
attack, yaitu suatu strategi untuk memperoleh sejumlah kecil pangsa pasar.
Taktik guerilla attack bisa jadi satu-satunya opsi untuk perusahaan kecil
menghadapi pesaing yang lebih besar.
Saya melihat, bahwa Grup Bakrie, dalam
memperoleh pasarnya, layak menggunakan frontal attack dan bypass attack. Ini
mengingat pangsa pasar Grup Bakrie untuk lini telekomunikasi misalnya, ialah
mereka yang tidak berkantong tebal, ataupun tidak berkantong tipis, alias
middle class. Saya optimis Grup Bakrie bisa memperoleh pasarnya, dan terbebas
dari pelbagai ancaman yang disebabkan banyaknya pemain di lini yang sama.
Mengatasi W untuk meraih O dengan
Positioning Strategy dan Generic Competitive Strategies (Strategi WO)
Mengatasi Kelemahan Grup Bakrie, misalnya
untuk hal Sosialisasi, bisa dilakukan dengan strategi positioning, yaitu suatu
strategi dalam prosesnya menciptakan image (citra), reputasi atau persepsi
perusahaan atau produknya dalam benak konsumen.
Ini penting sebagai langkah utama agar
Bakrie memiliki pakem kuat dalam masyarakat. Sehingga, apa pun yang terjadi,
ketika mereka sudah sangat mencintai produk kita lewat strategi positioning
ini, maka mereka akan mengabaikan produk lainnya. Salah satu bentuk riil
positioning ialah kata-kata sederhana yang mudah diingat, yang menggambarkan
keunggulan produk Grup Bakrie sesuai dengan spesialisasinya.
Strategi kedua untuk mengatasi Kelemahan
Grup Bakrie ialah dengan diberlakukannya Strategi Generik Porter atau yang
lebih dikenal sebagai Generic Competitive Strategies. Ada tiga hal yang merupakan wujud dari
Strategi Generik Porter. Pertama, cost
leadership. Cost leadership menekankan pada strategi yang fokus dalam
memperoleh keuntungan dengan mengurangi biaya ekonomi yang lebih rendah
daripada biaya pesaing. Kedua, differentiation,
yaitu memindahkan produk dari persaingan langsung dengan membedakan segmen
pasar yang lebih tinggi dari kelompok pembeli yang berbeda dalam industri.
Differentiation strategies yaitu biasanya
berkaitan dengan harga premium, dan lebih tinggi dari biaya rata-rata industri
karena memberikan extra value atau nilai tambah bagi konsumen, misalnya dengan
memberikan kinerja yang lebih baik, dan karenanya sering ada biaya tambahan.
Ketiga, cost focus, yaitu dengan strategi ini perusahaan
mencari keunggulan biaya dengan satu atau sejumlah kecil segmen pasar atau
pelanggan singel. Dengan mengabdikan dirinya untuk segmen yang spesifik atau
pelanggan yang spesfifik, pelaku cost focus mendapatkan nilai ekonomis yang
mungkin saja diabaikan oleh target pesaing. Dengan menciptakan hubungan dekat
dengan beberapa pelanggan penting, perusahaan dapat mengarahkan biaya transaksi
yang berkaitan dalam hubungan pembeli-penjual.
Dalam hal ini, cost leadership, patut untuk
dipraktikan sebagai sesuatu yang realistis. Dengan alasan, cost leadership
lebih hemat biaya.
Minimalisasi W untuk bertahan dari T
dengan Strategi Defensif ala Kohler dan Singh (Strategi WT)
Kelemahan Grup Bakrie harus diminimalisasi,
terutama untuk bertahan dari serangan lawan, salah satu strategi yang bisa
digunakan ialah Strategi Defensif Kohler dan Singh.
Kohler dan Singh menyarankan enam strategi
bertahan dalam persaingan dunia bisnis agar kita keluar sebagai pemenang. Pertama, position defence, yaitu
strategi menghilangkan hambatan sekitar perusahaan dan pasarnya untuk
mengakhiri persaingan. Salah satu caranya yaitu dengan melakukan desain ulang
atau redesain, dalam pengertian mereformulasi produk yang sama namun dengan formulasi
yang baru sehingga terkesan segar, dengan harapan konsumen terpuaskan dengan
desain baru itu, sehingga mereka tidak bosan dengan tampilan yang itu-itu saja.
Kedua, flanking
defence, yaitu strategi yang mengharuskan perusahaan untuk memperkuat dirinya,
tanpa memberikan target yang lebih lemah dan mudah diserang. Ketiga, preemptive defense, yaitu
strategi yang terilhami dari suatu pernyataan bahwa bentuk pertahanan yang
terbaik ialah menyerang lebih dulu. Tujuannya adalah menyerang secara fisik
atau mematahkan semangat lawan.
Keempat, counter
offensive, yaitu identifikasi titik yang mudah diserang si agresor (pelaku
agresi) dan menyerang keras. Strategi ini paling efektif di mana agresor
menjadi rapuh karena sumber daya yang berlebihan. Kelima, mobile defence, senjata
strategis yang paling penting dalam pasar di mana teknologi atau keinginan dan
kebutuhan pelanggan berusaha dengan cepat. Kegagalan memindahkan perubahan ini
dapat menyebabkan perusahaan mudah diserang. Keenam, strategic withdrawal, strategi
ini harus menyerahkan daerah yang tidak dapat dipertahankan untuk mengurangi
perluasan yang berlebihan dan memungkinkan konsentrasi pada bisnis utama yang
dapat dipertahankan dari serangan. Intinya, fokus pada lini-lini yang dianggap
potensial dan mengabaikan lini yang dianggap hanya akan menjadi beban.
Pilihan strategi di sini yang tepat
menurut saya ialah, strategic withdrawal. Ini didasarkan pada fakta bahwa
sesuatu yang berhasil itu berawal dari kekonsenan pada pokok masalah yang
dianggap sangat urgen.
Penutup
Dari hasil analisis SWOT yang saya
lakukan, terdapat beberapa indikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman
pada Grup Bakrie. Kekuatan Grup Bakrie terutama terletak pada pengalaman, tenaga profesional, sektor strategis, nama
besar, dan jaringan luas yang dimilikinya. Secara khusus, saya juga melihat ada
Kekurangan pada Grup Bakrie, yaitu sosialisasi, citra negatif, media massa , nonperbaharui, dan
posisi keuangan. Tentu sifat dari Kekuatan dan Kelemahan ini subjektif.
Selanjutnya mengenai Peluang dan Ancaman. Saya memprediksi bahwa Peluang Grup
Bakrie terutama terletak pada naiknya kelas menengah Indonesia, CAFTA,
sektor perbankan, krisis Eropa, dan teknologi ramah lingkungan. Sementara itu,
Ancaman yang mungkin bagi Grup Bakrie ialah adanya banyak pemain (rival
perusahaan), isu lingkungan, serangan China , fluktuasi pasar, dan bencana
alam.
Sebagai CEO, saya akan
mengambil tindakan menguntungkan, dengan menerapkan berbagai strategi.
Misalnya, dalam upaya mengoptimalkan Kekuatan demi meraih Peluang, saya akan
gunakan Strategi Target Marketing jenis pertama, yaitu undifferentiated
marketing, di mana konsumen dianggap sama, dengan diberlakukannya tarif murah
untuk suatu produk tertentu. Plus melakukan kerja sama strategis dengan ITB,
ITS, demi produk baru yang ramah lingkungan. Plus membeli perusahaan kolaps di
Eropa, dan mendirikan lini baru berupa bank, yaitu Bakrie Bank. Lain halnya
dengan maksimalisasi Kekuatan untuk menangkal Ancaman, dalam hal ini, saya
menggunakan Strategi Ofensif milik Kohler dan Singh yang frontal attack dan
bypass attack. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa penurunan tarif dapat kita
lakukan demi meraih pasar, di samping juga kita mampu untuk berfokus pada
kelemahan pesaing, sehingga kita bisa tahu dari titik mana kita harus menyerang
mereka.
Strategi lainnya, untuk
menekan Kelemahan dan meraih Peluang ialah dengan menggunakan Strategi
Positioning, di mana konsumen kita arahkan untuk mencintai kita lewat
pencitraan. Di samping itu juga kita pakai Strategi Generik Porter yang cost leadership.
Pemilihan strategi ini didasarkan pada pertimbangan bahwa hal ini lebih
ekonomis. Strategi berikutnya, yaitu untuk menekan Kelemahan di satu sisi, dan
bertahan dari Ancaman di sisi lain, ialah dengan dipilihnya Strategi Defensif
Kohler dan Singh yang strategic withdrawal. Opsi ini dipilih,
dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa sesuatu itu akan berhasil kita raih jika
kita konsen pada sesuatu yang pokok.
Saya optimistis, dengan Grup Bakrie di
bawah kepemimpinan saya, kemajuannya lebih pesat, dan pada gilirannya
mengantarkan Grup Bakrie, tidak hanya sebagai pemain nasional, tapi merambah
menjadi pemain internasional. Moda ke arah tersebut tentu saja dengan
mengoptimalkan Kekuatan yang dimiliki agar Peluang yang ada dapat diraih. Di
samping juga menekan Kelemahan untuk kemudian menepis Ancaman.
Note:
Saya dedikasikan tulisan ini untuk
menyambut ulang tahun ke-70 Grup Bakrie, semoga Grup Bakrie makin jaya di era
persaingan yang semakin ketat ini. Selamat
Ulang Tahun Grup Bakrie, dan sukses terus!
[1] Tim Narasi, “Achmad Bakrie” dalam 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia : Biografi Singkat Seratus Tokoh Paling
Berpengaruh dalam Sejarah Indonesia
di Abad 20, (Yogyakarta : Penerbit Narasi, 2009), Edisi Revisi, hlm.
31.
[2] Disarikan dari dua buku, yaitu buku
karangan Tim Narasi (ibid.), hlm. 30-31., dan buku karangan Joe
Studwell, “Keluarga Bakrie” dalam Asian
Goodfathers: Menguak Tabir Perselingkuhan Pengusaha dan Penguasa, (Jakarta : Pustaka Alvabet, 2009), Cet. I, hlm.
311.
[3] Freddy Rangkuti, Analisis SWOT: Teknik Membedah
Kasus Bisnis, (Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama, 2006), Cet. XIV, hlm. 19.
[4] John A. Pearce II dan Richard B. Robinson
Jr. dalam bukunya Manajemen
Strategis: Formulasi, Implementasi, dan Pengendalian, (Jakarta : Salemba Empat, 2008), Edisi X, Buku
1, hlm. 200.
[5] Lihat buku M. Rahmat Kurnia, Meretas Jalan Menjadi Politisi
Transformatif, (Bogor : Al Azhar Press,
2004), hlm. 109.
[7] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta : Pusat Bahasa,
2008), hlm. 1496.
[8] Lasmadiarta menyebut bahwa Apple, seperti
halnya BlackBerry, memiliki fans fanatik. Lihat Made Lasmadiarta, Facebook Marketing Revolution,
(Jakarta : Elex
Media Komputindo, 2010), hlm. 40.
[9] Berdasarkan laporan terbaru, bahwa PT
Bakrie & Brothers Tbk pada kuartal I/2012 membukukan laba bersih Rp89
miliar atau membaik dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang
rugi Rp281 miliar. Dalam laporan keuangan yang dipublikasikan pada Rabu (27/6)
sore, pendapatan perseroan tercatat naik signifikan 147% dari sebelumnya Rp2,85
triliun menjadi Rp7,04 triliun. Lengkapnya, baca “Bakrie & Brothers
Raih Laba”, dalam http://www.bakrie-brothers.com/mediarelation/detail/2190/bakrie-brothers-raih-laba,
diunggah pada 5 Juli 2012.
[10] Adi Sulistiyono dan Muhammad Rustamaji, Hukum Ekonomi Sebagai Panglima,
(Surabaya : Mas
Media Buana Pustaka, 2009), hlm. 25.
[11] Saya turut berduka cita atas kejadian
tersebut, semoga keluarga korban diberikan ketabahan dan kesabaran, dan mereka
yang menjadi korban diterima di sisi-Nya. Aamiin.
[12] J. Salusu, Pengambilan Keputusan Stratejik
untuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit, (Jakarta : Grasindo, 2004), hlm. 398.
Komentar
Posting Komentar
sematkan komentar di blog ini