Seks dan Prestasi Belajar

Selintas, mungkin agak sepele. Tetapi kemudian penting untuk kita kritisi dan tanggapi. Karena apa? Mulai dari siswa SMP sampai Mahasiswa, dua hal ini selalu membuntuti dan seolah barang antik yang pastilah berharga. Membuntuti, karena seks dan prestasi belajar selalu beriringan melintas di sisi kita. Kadang bersamaan, kadang salah satunya, kadang tak ada sama sekali. Dan yang ketiga inilah yang paling tidak beruntung. Masih mending kalau salah satunya menghampiri. Punya pacar tapi nilai ancur, atau nilai bagus tapi pacar tak punya. Setidaknya, masih ada yang diharapkan. Tapi akan lain jika kasusnya, punya doi iya, prestasi oke. Ini dia model yang paling paripurna.

Sumber dari http://jakartaoke.blogspot.com/2009/09/kota-tua-jakarta-pacaran.html
Antik, karena sangat jarang ada pasangan dalam pacaran yang mau setia, sehingga apabila kita punya pacar setia itu menjadi sesuatu yang mahal, dan tentu saja langka. Begitu juga prestasi, amat tidak mudah untuk menduduki posisi teratas dalam hirarki yang begitu ketat diduduki orang-orang yang luar biasa, hebat. Karenanya, bila kita berada pada urutan itu, kebahagian dan rasa kagum pastilah membahana pada diri.

Dengan demikian, dapatlah kita uraikan bahwa seks yang dimaksud di sini bukanlah kelamin to atau apapun itu yang berkaitan secara mutlak dengan alat vital. Melainkan, seks di sini lebih mengarah pada definisi sebagai berikut. 

Seks adalah keinginan kuat untuk memiliki pasangan sementara sebagai wahana bereksperimen akan jalan atau tidak berfungsinya hormon yang ada hubungannya dengan alat reproduksi. Wujud dari seks itu sendiri--dalam tulisan ini--adalah pacaran. Atau jalinan komitmen bertaraf lokal antardua insan berlainan jenis. 

Sedangkan prestasi belajar, adalah apa yang kita pahami bersama. Yaitu penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran--mata kuliah untuk tingkat Universitas, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru--atau dosen pada tingkat perkuliahan. Pengertian prestasi belajar ini mengacu pada KBBI. Namun demikian, prestasi belajar tidak hanya terpaku pada nilai semata, karena bila pengertian prestasi belajar tersudut ke sana saja, niscaya implementasi dari hasil belajar itu sendiri tak memperoleh perhatian yang cukup. 

Oleh karena itu, prestasi belajar dalam tulisan ini mencakup kesiapsediaan seseorang untuk melalakukan sesuatu yang terbaik dari apa yang sudah diketahuinya dari belajar. Dengan kata lain, prestasi belajar berkaitan erat dengan praktik perilaku yang mencerminkan kesalehan. 

Sebagai contoh, ada seorang mahasiswa memperoleh nilai paling tinggi di kelasnya, bahkan disebut-sebut sebagai yang terbesar dari sekian mahasiswa pada jurusannya. Akan tetapi, perilaku dan laku polahnya tak menunjukkan ke sana. Dia sering mencontek, jarang mengerjakan tugas kuliah, selalu mengandalkan orang lain untuk tugas-tugasnya, dan terlambat masuk. Bila mengacu pada pengertian pertama, dia termasuk ke dalam orang yang memiliki prestasi belajar. Tetapi, bila sudut pandang kita arahkan pada pengertian yang kedua, maka akan didapati perspektif lain bahwa yang demikian tidaklah disebut sebagai prestasi belajar. Karena prestasi belajar menurut pengertian yang kedua itu, haruslah ada relevansi antara nilai yang diperoleh dan etika atau akhlaknya.


Seks dan prestasi belajar. Satu sama lain saling mempengaruhi. Yaitu, satu sama lain saling memotivasi, dan satu sama lain saling mendestruksi.

Saling memotivasi. Alangkah bahagia, kiranya ada seseorang yang mendorong kita untuk maju dan terus semangat dalam belajar. Dengan adanya di sisi, kita selalu diingatkannya untuk belajar, belajar, dan belajar. Dia mengingatkan kita akan pentingnya penguasaan materi dan juga urgennya memperaktikan apa yang sudah kita pelajari. Sungguh, beruntung kiranya bila memang demikian adanya. Terlebih, bila dia menelpon di malam gelap hanya untuk mengingatkan kita apakah sudah tahajud atau belum. Atau jam 03:12, dia mengirim sort massage yang bertulis, apakah sudah sahur? Romansa yang pastinya membuat siapapun ingin seperti itu. Perhatian.


Konklusi dari saling memotivasi adalah teraihnya nilai terbaik, dan terealisasinya perilaku yang mendukung akan hal tersebut. Di samping itu, kita juga tak sendiri, ada orang di samping kita. Walau statusnya sebagai pacar, namun setidaknya perayaan kecil seperti makan malam bersama atau nonton bareng menjadi momen yang sangat membahagiakan.


Saling mendestruksi. Inilah yang sepertinya banyak terjadi. Pacaran yang benar-benar pacaran tanpa ada filter dan acuan yang jelas. Besok ujian, malah gadang ampe pagi karena telepon-teleponan. Dan sebelumnya, nobar ke 21. Sebelum nobar, sempat-sempatnya makan di KFC. Hambur-hambur uang orangtua. Dan tentu saja, perilaku itu amat tidak baik untuk dicontoh.


Simpulannya, nilai anjlok total ke level paling dasar. Dan ketika kondisi keuangan sedang pailit. Dia, sang pacar, pergi. Dia benar-benar menanggalkan kita dari kursi hatinya. Ouh, sungguh! Hancur hancur hatiku. Salah satu lirik lagu Olag tersebut, benar terasa benar. Bagi si pacar, mengapa dia memilih putus. Karena mungkin dia pun memiliki catatan buruk pada nilainya. Kena marah orangtua dan omelan yang tak jelas dari berbagai suara yang tak juntrung wujudnya.


Dengan begitu, maka seks dan prestasi belajar memiliki korelasi yang cukup tegas lagi benderang. Diakui atau tidak, pacaran mempengaruhi belajar kita secara siginifikan. Namun, effectnya tentu disesuaikan, apakah mau yang baik atau malah sebaliknya. Tinggal pilih, dan tentukan.


24 Agustus 2010

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AYAT-AYAT PEDUSUNAN (Telaah Puisi "Cipasung" Karya Acep Zamzam Noor)

First Making Love of Etaqi

Sabar, Rajin Shalat, dan Tekun Beribadah merupakan Bagian dari Tujuan Pendidikan dalam Islam