Porsi Atensi di Antara Kesibukan dan Kedilematisan
Porsi atensi secara definitif memiliki cakupan makna sebagai kecukupan dari perhatian kita terhadap orang lain, atau terhadap subjek apapun yang termasuk prioritas dalam skala kita. Porsi atensi, seperti halnya angin: kadang berhembus landai, kadang pula meniup dengan kecepatan supersonik. Dan, setidaknya, ada dua sebab penting mengapa perhatian kita terhadap seseorang itu berkurang atau bertambah. Yaitu sibuk dan dilema.
Sibuk, berarti aktivitas kita sangat padat, banyak jadwal yang harus direalisasikan sehingga menuntut efisiensi dan kecermatan. Kesibukan, pastilah menyita perhatian kita pada satu titik tertentu yang dianggap sangat penting. Karena itu, ia dapat mengurangi porsi atensi kita pada teman, atau pasangan, atau siapapun di sekitar kita. Begitu pula dilema, ia selelu menghadapkan muka kita pada dua opsi atau lebih yang harus dipilih. Dengan demikian, dapat mengurangi atau menambah porsi atensi kita secara tak terduga.
Lalu, apa sebaiknya sikap kita? Pertanyaan ini penting, setidaknya dalam tulisan ini, untuk dijawab. Ada beberapa alternatif yang ditawarkan. Pertama, menyadari bahwa seseorang di sekitar kita pastilah memerlukan perhatian dari kita sebagai wujud dari pengakuan kita akan eksistensinya. Kedua, lakukan uji coba pada diri: apa rasanya bila kita tak diperhatikan oleh siapapun? Ketiga, tegas atas pilihan dan berani ambil risiko. Terakhir, dibangunnya kesadaran bahwa dengan memperhatikan orang lain pada asasinya memperhatikan diri sendiri.
23 Agustus 2010
Sibuk, berarti aktivitas kita sangat padat, banyak jadwal yang harus direalisasikan sehingga menuntut efisiensi dan kecermatan. Kesibukan, pastilah menyita perhatian kita pada satu titik tertentu yang dianggap sangat penting. Karena itu, ia dapat mengurangi porsi atensi kita pada teman, atau pasangan, atau siapapun di sekitar kita. Begitu pula dilema, ia selelu menghadapkan muka kita pada dua opsi atau lebih yang harus dipilih. Dengan demikian, dapat mengurangi atau menambah porsi atensi kita secara tak terduga.
Lalu, apa sebaiknya sikap kita? Pertanyaan ini penting, setidaknya dalam tulisan ini, untuk dijawab. Ada beberapa alternatif yang ditawarkan. Pertama, menyadari bahwa seseorang di sekitar kita pastilah memerlukan perhatian dari kita sebagai wujud dari pengakuan kita akan eksistensinya. Kedua, lakukan uji coba pada diri: apa rasanya bila kita tak diperhatikan oleh siapapun? Ketiga, tegas atas pilihan dan berani ambil risiko. Terakhir, dibangunnya kesadaran bahwa dengan memperhatikan orang lain pada asasinya memperhatikan diri sendiri.
23 Agustus 2010
Komentar
Posting Komentar
sematkan komentar di blog ini