Penutup: Buber (Bagian III)
Selama 4 semester, atau dua lebaran lewat, kami belum pernah selenggarakan buber secara terbuka. Kalaupun ada, hanya kelompok kecil, dan itu tidak mewakili kelas secara keseluruhan. Karena itu, hari Selasa malam Rabu kemarin (17/08) yang bertepatan dengan hari kemerdekaan Republik Indonesia menjadi momentum yang sangat penting dan sakral. Walau agak sedikit kecewa karena hampir setengahnya tidak datang, tetapi tidak mengurangi rasa kami untuk mensyukuri atas suksesi acara tersebut yang gemilang dan penuh gempita keceriaan.
Satu hal yang perlu digarisbawahi, bahwa dalam persahabatan tidak ada istilah bekas sahabat. Karenanya, sekecil atau sebesar apapun masalah yang terjadi di dalam intern, harus diselesaikan dengan kekeluargaan dan kelegowoan yang penuh dengan kesadaran akan persahabatan. Tidak baik dan kurang etis dilihat, bila dalam suatu sangkar dua burung berselisih. Haruslah hidup damai dan saling mengeratkan. Bagai rantai besi atau untaian tangan yang satu sama lain saling pegang kendali dan menyatukan.
Seperti terlihat dalam gambar. Kami tak kan melupakan peristiwa itu. Bagi kami, sebagai pelaku sejarah akan peristiwa itu, menjadi hal yang tak dapat ditawar lagi untuk tetap melangkah bersama demi menggapai asa dan cita.
Dengan demikian, rangkaian tulisan mengenai buber ini, yang dimulai dari buber 1, buber 2, dan ini, buber 3, memiliki arti penting sebagai cerminan dan masukan bagi kita untuk lebih menyatusuarakan bila ada momen-momen sejenis diselenggarakan. Jangan lagi masalah kecil dijadikan alasan untuk tidak ikut serta. Jangan lagi, karena alasan ini itu sehingga tidak datang. Jangan lagi ada kata yang menyebabkan kehancuran yang tak berarti sesungguhnya. Jangan lagi karena dia yang ikut ada yang begini atau yang begitu, sehingga tak mengikutsertakan diri. Sangat jelek dan tak berpendidikan sekali bila kita masih berpandangan demikian.
Satu hal yang perlu digarisbawahi, bahwa dalam persahabatan tidak ada istilah bekas sahabat. Karenanya, sekecil atau sebesar apapun masalah yang terjadi di dalam intern, harus diselesaikan dengan kekeluargaan dan kelegowoan yang penuh dengan kesadaran akan persahabatan. Tidak baik dan kurang etis dilihat, bila dalam suatu sangkar dua burung berselisih. Haruslah hidup damai dan saling mengeratkan. Bagai rantai besi atau untaian tangan yang satu sama lain saling pegang kendali dan menyatukan.
Lambang Persatuan, Persaudaraan |
Dengan demikian, rangkaian tulisan mengenai buber ini, yang dimulai dari buber 1, buber 2, dan ini, buber 3, memiliki arti penting sebagai cerminan dan masukan bagi kita untuk lebih menyatusuarakan bila ada momen-momen sejenis diselenggarakan. Jangan lagi masalah kecil dijadikan alasan untuk tidak ikut serta. Jangan lagi, karena alasan ini itu sehingga tidak datang. Jangan lagi ada kata yang menyebabkan kehancuran yang tak berarti sesungguhnya. Jangan lagi karena dia yang ikut ada yang begini atau yang begitu, sehingga tak mengikutsertakan diri. Sangat jelek dan tak berpendidikan sekali bila kita masih berpandangan demikian.
Mari kita konstruksi kebersamaan dan kesetiakawanan. Mari kita degradasi perbedaan dan kerikil kecil yang mengganggu. Yang sudah, biarlah berlalu sebagai pelajaran penting di masa yang akan datang bahwa hal-hal yang seperti itu T I D A K B O L E H lagi terjadi.
S A L A M P E R S A H A B A T A N ! ! !
23 Agustus 2010
yang dibold ungu Vi banget yah ang? hhehe
BalasHapus