Disabilitas, Engkau Adalah Inspirasi Sekaligus Motivasiku

KETIKA SAYA SMA (Aliyah), saya mengikuti bimbingan belajar (bimbel) di suatu lembaga otonom di Sukabumi dan pada saat itu saya bertemu dengan seorang disabilator (tunanetra). Pertemuan kami bermula dari seringnya saya melihat dia di depan bangunan tempat saya belajar. Awalnya saya suka ngeri, kadang juga ketakutan. Tapi lama-lama, saya jadi simpati padanya. Saya sempatkan menyapanya sebelum masuk, "Kang." Sapa saya suatu ketika. Tapi dia tak menjawabnya. Dia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya ke atas. dan saya tidak tahu apa maksudnya itu.

Esoknya, saya menyapanya kembali. Dan dia menyahut, "Ouh, ieu nu kamari tĕa nya? Badĕ belajar?" Dengan senyum tipis, saya katakan iya. Dan saat itu pula saya mengenalkan diri kepadanya sebagai Aang. Sejak itu, saya kagum padanya. Karena dia begitu peka terhadap suara saya. Entah berapa orang yang dia temui seharinya. Namun dia dapat mengklasifikasikan suara-suara itu sehingga dia tahu siapa yang mengajaknya bicara. Di situ pula saya memuji kebesaranNya, betapa Dia adil. Ada orang yang diberi kesehatan mata dan telinga, tapi cepat lupa. Ada yang tak diberiNya penglihatan namun pendengarannya normal, Dia berikan kekuatan ingatan yang luar biasa.

Pada Juni 2008, pada saat masa saya bimbingan selesai—karena awal Juli saya harus sudah mengikuti tes seleksi masuk salah satu perguruan tinggi negeri di Jakarta—saya datang lebih pagi ke tempat bimbel untuk konfirmasi. Saya melihat dia sedang asyik dengan tongkat alumuniumnya. Saya menyamperi dan duduk di sampingnya seraya uluk salam, dengan sembringah, dia menjawab, "Wa'alaikum salam. Aang ya?" 

Jawab saya, "Iya, Kang." 

Kemudian dia berujar, "Sakedap deui meureun badĕ kuliah?"

"Muhun, insya Allah, Kang. Nyuhunkeun piduana wĕ pamugi lungsur langsar."

Lalu dia meraba-raba punggung saya, dan setelah ditemukannya letak pundak saya, dia menepuk-nepuk, seraya berkata, "Komo wĕ, Ang."

Saya, pada saat itu, merasakan betul akan auranya yang penuh harap. Mungkin dia berharap, dialah yang kuliah, atau sitidak-tidaknya bersama dengan saya menjalani pembelajaran di universitas. 

"Kang, teu nyeseul?" 

"Nyeseul kunaon?" Dia balik bertanya. Tetapi kemudian saya diam. Saya tahu pertanyaan tersebut tak selayaknya saya lontarkan. Saya seperti hilang arah pembicaraan ketika itu. Namun, sepi ternyata tak menyenangkan pula. Dan tangan saya dipeganginya. Dia berujar kenapa tangan saya bisa kasar. Dengan pelan saya jawab, bahwa itu sebagai akibat saya terlalu sering mencuci.  

Saya melihat ia menghela nafas, dan dari bibirnya yang agak tebal, dia mengatakan bahwa sampai saat ini dia belum pernah melakukan aktivitas mencuci. Selalu ibu atau saudara perempuannya yang melakukan. Dengan erat dia menggenggam tangan saya, dia menambahkan sekiranya mampu, maka pastilah mencuci pakaiannya itu tidak akan oleh orang lain.

Lalu dia bertanya kepada saya perihal sekolah, kata saya sekolah itu menyenangkan. Bahkan lebih menyenangkan daripada bermain bola. Sejenak, raut wajahnya menunjukkan keheranan. Lalu dia bertanya apa itu main bola. Saya kemudiam memaparkan perihal permainan yang satu ini. 

Sepak bola adalah permainan olah raga paling popular di dunia. Permainan beregu yang masing-masing terdiri dari sebelas pemain, inklusif kiper. Karena itu, seregu dalam permainan sepak bola sering disebut tim kesebelasan. Kedua kelompok tersebut, masing-masing memperebutkan satu bola dengan cara disepak agar bola tersebut masuk ke gawang lawan. Siapa paling banyak mencetak gol, maka tim dialah yang melenggang menjadi pemenang. Gol tersebut dinyatakan sah oleh juri lapangan yang disebut wasit. Lamanya permainan ini 2 x 45 menit. 

Kemudian dia memeluk saya dan dengan pelan menyuarakan, tak ada orang yang mau berlama-lama berbincang denganku karena mereka menganggap aku tak komunikatif, aku selalu dipandang rendah, tapi kali ini aku merasakan kesetaraan denganmu. Temanku selama ini hanya alam, karena anginnya, sinarnya, dan bisiknya dedaunan menjadi penghibur lara hatiku. Dan kalaupun di rumah, radio menjadi sahabat setiaku, dan aku merasa perbendaharaan kata yang kumiliki tak terlalu miskin setelah sering mendengarkannya. Tapi aku selalu bertanya sesuatu yang tak penting menurut mereka, tapi bagiku penjelasan itu adalah harta yang tak ternilai. Karena berarti aku menjadi tahu lebih, karena aku ingin serba tahu. Seandainya mereka sepertiku (tunanetra) mungkin akan merasakan hal yang sama. Terima kasih. Sambil melepas pelukannya perlahan.

Lalu dia bercerita, jangankan orang lain yang tidak mau berbincang lama-lama dengannya, ibunya sendiri juga demikian. Selanjutnya dia menuturkan bahwa dirinya sering mendengar teriakan orang-orang yang tidak jelas, kemudian bertanyalah dia kepada ibunya, kata beliau mereka seperti itu karena sedang menonton sepak bola. Dan saat dia betanya apa itu permainan sepak bola, ibunya selalu bilang kalau permainan itu tak penting bagi dirinya, permainan itu tidak layak untuknya, dan ibu yang kadang kesal melihat dirinya bertanya terus, membantingkan gelas hingga pecah. Di situ dirinya pasti diam.

Sekali lagi dia meraih tubuh saya. Dan Saya merasakan pundak basah, dan setelah kulihat dia, pipinya berlinangkan air mata yang melimpah. Ini pertama kali saya melihat yang tunanetra menangis. Hatiku bergetar. Oh Allah, betapa kebesaranMu tak dapat tertandingi dan tak dapat terbantahkan.

02 Juni 2010


KETERANGAN

Kang : 
Panggilan orang laki-laki yang lebih tua dari kita, panggilan sopan di tataran Sunda.

Ouh, ieu nu kamari tĕa nya? Badĕ belajar? : 
Ouh, ini yang kemarin itu ya? Mau belajar?
 
Uluk salam : 
Memberikan salam, mengucapkan Assalamu'alaikum (keselamatan bagimu). Merupakan sapaan dalam tradisi Islam ketika bertemu dengan orang lain yang seagama. Sebagai sapaan yang berbalas, maka bagi yang diberi salam wajib menjawab, Wa'alaikum salam (dan bagimu juga keselamatan).

Sakedap deui meureun badĕ kuliah? : 
Sebentar lagi mungkin mau kuliah?
 
Muhun, insya Allah, Kang. Nyuhunkeun piduana wĕ pamugi lungsur langsar. : 
Iya, insya Allah (Jika Allah mengizinkan), minta doanya saja semoga semuanya berjalan lancar.

Komo wĕ : 
Tentu saja.

Teu nyeseul? : 
Tidak menyesal?
 
Nyeseul kunaon? : 
Menyesal kenapa?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AYAT-AYAT PEDUSUNAN (Telaah Puisi "Cipasung" Karya Acep Zamzam Noor)

First Making Love of Etaqi

Sabar, Rajin Shalat, dan Tekun Beribadah merupakan Bagian dari Tujuan Pendidikan dalam Islam