Klopakan Daun

Short, short story 
By AA Aminuloh
Mei awal, bagi Yunus adalah suatu bulan yang menyakitkan. Yunus adalah teman karibku, dia selalu menceritakan apapun kepadaku, mulai dari masalah personalnya, sampai masalah sosial dan psikologisnya. Ceritanya seperti ini. Pada malam Sabtu (01/05) dia datang padaku dengan tersedu. Aku tak tahu apa maksudnya, tapi aku coba bersabar untuk mendengarkan alasan dibalik menangisnya itu. Tanpa kuminta, Yunus kemudian mengalir saja.
Hari ini benar-benar sakit, aku kira semua akan berakhir dengan kebahagian, dan aku akan bisa wujudkan cita-citaku, tapi nyatanya itu semua tak terjadi. Aku hanya seorang yang terbuang bukan dari kumpulannya. Aku tak menyesal, tapi hatiku sesak, aku tak bisa dengan mudah menerima ini. Aku sudah terlanjur malu oleh Ibuku, Bapakku, teman-temanku. Aku sudah tak kuat, aku sudah hampir putus asa. Aku lemas.
Aku tahu, aku mungkin terlalu bodoh, aku mungkin, aku sangatlah tolol sehingga terjebak oleh permainan yang sebenarnya bukan mainanku. Jangan kau menyela, dengarkan dulu ceritaku. Kau tahu, aku sampai tak mampu untuk berkata, kecuali: sakit! Lemas!
Buku menjadi temanku, kau juga. Dengan adanya kau, setidaknya aku akan menjadi kuat kembali, dan aku sudah tekadkan, aku tidak akan mau terperosokan diri sendiri pada lubang yang berada di titik jalan sana. Aku tak mau melewatinya, bahkan untuk menengoknya saja aku tidak mau. Aku terlalu dibodohi, terlalau dijadikan boneka, aku marah, pada diriku yang dengan maunya mengikuti permainan congklak yang jelas aku tak bisa congklak.
"Yunus, kenapa namamu tak ada di program penerima Klopakan Daun itu, bukannnya kau…" Kemudian aku potong pembicaraan temanku itu, "Aku anggotanya, yang dipromosikannya!", temanku lalu diam. Dan kau tahu, aku sangat amat perih, aku seperti diiris sembilu, aku hampir seperti bertelinga sangat peka, uuuuhhhkkkk, semua menjadi sangat memalukan! Dan kau tahu, aku sampai harus bertawa-tawa ria, menertawakan sendiri kebodohanku di depan Ayahku. Aku katakan. "Perolehan uangnnya cukup buatku senang Ayah, walau aku terdaftar di program itu, ya, setidaknya aku diakui". Padahal hatiku menangis, sangat hina dina! Aku telah membohonginya, aku telah zalim pada diriku sendiri, Oh Allah, maaf! HambaMu ini tak bisa katakan sejujurnya: Yah, Yunus sebenarnya tak terdaftar diprogram itu, Yunus sebenarnya juga tak dapat menjadikan nyata apa yang Yunus cita-citakan, padahal tadinya Yunus ingin membahagiakan Ayah dengan uang itu. Ayah, Yunus berdosa!
Aku hanya manusia, aku beruntung masih punya sahabat yang perihatin atas keadaanku, sepertimu, yang masih tetap memotivasiku. Aku ucapkan terima kasih kepadamu, dan kepada mereka. Dan pada mereka, aku ingin katakan: Aku tak menyesal bergabung dengan kalian walau hanya sebentar. Tapi, aku sudah katakan, sekalinya aku kecewa, untuk mengobatinya tak cukup dengan hanya kata maaf atau dalam waktu enam sampai setahun yang akan datang. Pemulihannya cukup memakan banyak waktu. Dan jangan salahkan aku, bila aku tak akan lagi bergabung bersama kalian, berjuang bersama, berdiskusi, atau apapun. Aku akan terpisah selamanya, hanya bila mentari memberiku sinyal baik, aku mungkin akan berubah, tapi harapan itu kecil.
Bagiku, kata maaf belum cukup untuk membayar malu, maluku terhadap semua mata dan mulut yang melihat dan mencibirku dengan halus. Dan waktu, aku butuh untuk memulihkan kepercayaanku kepadamu!
Yunus kemudian merangkul kedua kakinya sendiri, aku pun tak dapat berbuat banyak, aku sudah coba berkata padanya untuk tidak mengatakan hal itu kalau-kalau nanti dia melanggarnya sendiri, tapi dia tak menyahut atas tanggapanku, dia hanya tetap bertelungkup, dan aku meraihnya, dan kukatakan, "Allah punya pilihan untukmu, yang terbaik!"
Depok, 05/05/2010

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AYAT-AYAT PEDUSUNAN (Telaah Puisi "Cipasung" Karya Acep Zamzam Noor)

First Making Love of Etaqi

Sabar, Rajin Shalat, dan Tekun Beribadah merupakan Bagian dari Tujuan Pendidikan dalam Islam